Indeks berita terkini dan terbaru hari ini
Baca :  Indonesia Peringkat Kedua Jumlah Kasus Tuberkulosis Terbanyak di Dunia, Biang Kerok Penularannya Apa?

37+ Mockup Psd File Background

0

Cariberita.co.id – Meski hingga saat ini belum ada obat untuk mengobati infeksi virus Corona Covid-19, pasien yang dirawat di rumah sakit tetap mendapat pengobatan untuk mengurangi gejala yang dirasakan.

Namun menurut Ketua Satgas Covid-19 dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. Zubairi Djoerban, ada 5 jenis obat yang kini sudah tidak lagi diresepkan dokter untuk mengobati pasien Covid-19.

“Obat-obat yang dulu dipakai untuk Covid-19 dan kini terbukti tidak bermanfaat, bahkan menyebabkan efek samping serius pada beberapa kasus: Ivermectin, Klorokuin, Oseltamivir, Plasma Convalescent, Azithromycin,” cuit Prof Zubairi dalam akun twitternya, @ProfesorZubairi.

Ia menjelaskan alasan mengapa obat-obatan tersebut tidak lagi digunakan. Ivermectin contohnya, tidak disetujui Badan Pengawas Obat & Makanan (FDA) AS, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan regulator obat Uni Eropa.

Baca Juga:
PM Papua Nugini Positif COVID-19 Saat akan Hadiri Pembukaan Olimpiade Musim Dingin di China

“Banyak laporan pasien yang memerlukan perhatian medis, termasuk rawat inap, setelah konsumsi Ivermectin,” terangnya.

Sementara itu obat klorokuin dikatakannya memang sudah digunakan oleh ratusan ribu orang di dunia. Namun temuan terbaru menyebut obat ini berbahaya untuk jantung.

“Manfaat antivirusnya justru enggak ada. Jadi, klorokuin tidak boleh dipakai lagi,” kata Prof Zubairi.

Selanjutnya, oseltamivir yang sejatinya digunakan untuk menyembuhkan infeksi influenza. Namun, efeknya untuk pengobatan Covid-19 tidak bisa dibuktikan secara ilmiah.

“Bahkan, WHO sudah menyatakan obat ini tidak berguna untuk Covid-19. Kecuali saat Anda dites terbukti positif Influenza, yang amat jarang ditemukan di Indonesia,” terangnya.

Baca Juga:
Alhamdulillah, Siti Badriah dan Krisjiana Baharudin Sudah Negatif Covid-19

Lalu, terapi plasma convalescent yang menurut Prof Zubairi tidak bermanfaat, mahal, dan prosesnya memakan banyak waktu. WHO pun menurutnya hanya mengizinkan pengobatan ini dilakukan dalam konteks uji coba acak dengan kontrol.

Baca :  Studi Inggris: Booster Vaksin Covid-19 Turunkan Tingkat Kematian 93 Persen

Leave A Reply

Your email address will not be published.