Indeks berita terkini dan terbaru hari ini
Baca :  Satgas Covid-19: CT Value Tak Bisa Jadi Acuan Kesembuhan dan Keparahan Pasien Virus Corona

37+ Mockup Psd File Background

0

Cariberita.co.id – Thalasemia masih menjadi penyakit yang bermasalah di Indonesia. Pasalnya, jumlah kasus thalasemia di Indonesia hingga kini juga terbilang tinggi. Thalasemia sendiri merupakan penyakit kelainan darah yang dipicu oleh faktor genetik. Hal ini membuat penderita alami sakit karena keturunan dari orang tuanya.

UKK Hematologi Onkologi IDAI, Dr. dr Teny Tjitra Sari, SpAK, MPH mengatakan, pada pasien thalasemia akan ada risiko terjadinya perubahan fisik. Hal tersebut yang membuat faktor adanya diskriminasi yang muncul dari masyarakat. Sebab diskriminasi tersebut penderita thalasemia seringkali merasa minder dan rendah diri.

“Tadi disinggung bagaimana mereka mohon maaf kurang cantik gitu ya, karena mukanya khas gitu sehingga mereka (penderita) sering merasa minder dan rendah diri karena dianggap pesakitan,” ucap dr. Teny dalam konferensi pers Peringatan Hari Thalasemia Sedunia, Jumat (5/5/2023).

Ilustrasi sampel darah dalam tes Thalassemia. [Shutterstock]
Ilustrasi sampel darah dalam tes Thalasemia. [Shutterstock]

Oleh sebab itu, ketika mengalami thalasemia penderita juga alami beberapa masalah psikososial, di antaranya sebagai berikut.

Baca Juga:
Banyak Siswa Rendah Diri, Sekolah Tamansiswa Inisiasi Gerakan Cuci Muka Dua Kali

  1. Ada stigma sosial dianggap sebagai orang yang pesakitan. Hal ini membuatnya merasa minder.
  2. Ada rasa takut terkait mendapatkan pekerjaan dan pasangan hidup.
  3. Merasa malu dan tidak percaya diri karena adanya perubahan fisik yang dialami.
  4. Mereka harus melakukan pengobatan rutin seumur hidup sehingga merasa jenuh dan bosan.
  5. Keluarga juga ikut merasa malu dan aib dengan thalasemia yang dialami.

Untuk itu, sebagai upaya pencegahan, dr. Teny menyarankan agar pasangan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Hal ini karena ketika pasangan sama-sama alami thalasemia, itu berisiko menularkannya pada anak.

Usahakan untuk melakukan pengecekan sebelum menikah dengan pasangan. Dengan begitu, akan bantu mencegah serta mengurangi angka thalasemia di Indonesia.

Baca :  Hari Gizi Nasional 2023: IDAI Minta Ibu Bikin Menu MPASI Sedikit Sayuran Tapi Banyak Daging

Di kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, mengatakan di Indonesia, banyak populasi masyarakat yang alami thalasemia beta maupun alfa.

Tercatat sebanyak 3 sampai 10 persen dari seluruh populasi di tanah air merupakan pembawa sifat Thalasemia Beta. Sementara, 2,6 sampai 11 persen merupakan pembawa sifat Thalasemia Alpha. Bahkan, sekitar 2.500 bayi lahir dengan kondisi thalasemia setiap tahunnya.

“Dan, diestimasi sekitar 2.500 bayi lahir dengan Thalasemia Beta Mayor setiap tahun di Indonesia,” ucap dr. Maxi.

Baca Juga:
Marshanda Curhat ke Anak Karena Minder Punya Badan Gemuk, Jawaban Sienna Bikin Netizen Terharu

Tingginya angka tersebut karena masih kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit satu ini. Bahkan, bagi penderita thalasemia justru seringkali mengalami diskriminasi dari masyarakat.

Leave A Reply

Your email address will not be published.